Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2023

Serpihan 4

Rasanya mau mati aja. Di titik tertentu, aku juga begitu. Menangis tersedu memunguti kembali puing-puing kehancuran diri sendiri satu per satu. Saat itu, saat aku merenungi betapa sakit, hancur, muak, dan bencinya hatiku atas ketidakberdayaan diriku sendiri, yang bisa kulakukan hanyalah menerima sembari terus berjalan maju. Bahkan seberapa sulit pun sebuah kondisi, aku harus tetap hidup dengan " aku bisa mengatasi ini sendiri ". Sebab, di luar sana, iblis pun tahu. Tidak ada pilihan lagi selain itu.

Serpihan 3

Rasanya mau mati aja. Tapi, apakah benar ketika kematian itu mendatangi, aku tidak akan merasa kesulitan lagi? Benarkah aku bisa menemukan ketenangan dari sebuah kematian itu sendiri? Rasanya itu masih menjadi tanda tanya yang tak kunjung menemukan jawabnya sebelum kematian itu sendiri menarikku pada ketiadaan.  

Serpihan 2

  Rasanya mau mati aja. Kalimat itu sudah seperti mantra yang mencuat dari mulutku tanpa kusadari. Entah itu saat aku sedang tak berdaya atau justru baik-baik saja. Berulang kali, tanpa aku sadari seolah sudah tertanam kuat di alam bawah sadarku bahwa sesungguhnya aku benar-benar mengharapkan kematian itu sendiri. Seolah aku dengan sungguh-sungguh berharap untuk terdampar di titik pemberhentian yang sebenarnya. Sebuah pemberhentian yang nyatanya sulit untuk diraih. Untuk tetap bertahan saja sudah sesulit itu , tetapi ternyata untuk berhenti pun tak kalah menyulitkan . Aku sempat tak habis pikir oleh kesadaran akan satu hal pahit itu. Kita diciptakan sebagai makhluk bumi yang katanya sempurna jika dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya. Tapi yang menjadi bahan pertanyaanku adalah kalau memang manusia itu makhluk paling sempurna, kenapa manusia menjadi makhluk paling tidak berdaya dika dihadapkan pada kondisi yang tak diharapkan? Kalau memang manusia itu makhluk paling sempurna, k

Serpihan 1

Rasanya mau mati aja. Kalimat yang selalu saja meluncur dari bibirku tiap kali ketidakberuntungan menghampiri. Kalimat itu juga yang semakin sering terdengar saat aku berada di tahun terakhir masa kuliah. Rasanya, kata mati tidak semenakutkan rangkaian sidang yang harus aku lalui di masa mendatang. Entahlah. Intinya, aku merasa bahwa diriku tidak memiliki kompetensi sehingga sanggup untuk melalui semua itu.