The sunset is beautiful, isn't it?
Sepertinya tak berlaku bagiku.
Kalimat itu sendiri mengindikasikan bahwa orang tersebut sudah merelakan hal yang selama ini mereka genggam dengan sangat-sangat erat hingga mereka menyadari bahwa mau sekeras apa pun usaha mereka untuk membuatnya tetap bertahan, yang namanya butiran pasir tak akan pernah bisa benar-benar tergenggam sempurna. Ia akan meluruh sedikit demi sedikit melalui celah-celah jemari yang menegang kuat. Dan, kita baru akan menyadari bahwa yang kita genggam selama ini hanyalah udara kosong saat ia sudah terlepas sepenuhnya.
Kata merelakan itu sendiri sudah bukan lagi hal asing dalam hidup. Kehadirannya pun tak pernah benar-benar semu. Ia selalu ada. Kapan pun. Di mana pun. Meski begitu, kita seolah dibuat tak tahu apa-apa, entah memang benar-benar tak tahu atau itu hanya sekedar tabir penghalang yang diciptakan oleh pusat pengontrol tubuh sebagai langkah awal penyangkalan dari keberadaannya.
Bagiku, merelakan sudah bukan lagi hal yang perlu menjadi titik fokus. Sudah terlalu banyak hal yang harus aku relakan hingga aku sendiri tidak tahu lagi apa yang harus aku relakan kali ini. Sudah ada banyak kesakitan yang aku lalui untuk benar-benar bisa merelakan hingga yang tersisa dari itu semua hanyalah rasa hambar.
Meski begitu, rasa sakit yang seolah sedang dicabik-cabik oleh subjek tak kasat mata itu tak pernah benar-benar tak dirasa. Sakit itu tetap ada. Masih sama. Tak pernah berkurang. Mungkin bertambah intensitas kesakitannya seiring waktu.
Acapkali hal itu berlangsung, diriku seolah bertransformasi menjadi seorang pesakitan yang sedang menunggu diagnosa dokter terkait rentang waktu yang dimiliki untuk menetap di bumi. Seorang terpidana mati yang tak berharap apa-apa selain waktu berlalu dua kali lebih cepat dari sewajarnya. Seolah semakin cepat semakin baik sudah menjadi hal yang wajar dalam pikiranku saat itu.
Kita tak pernah benar-benar merelakan. Tak pernah. Sekalipun kamu berkoar-koar di depan para makhluk seribu wajah. Kamu bahkan diriku sendiri hanya sedang berusaha dengan memaksa diri untuk melakukannya hingga akhirnya terbiasa seiring berjalannya waktu. Dan, nyatanya memang itu yang terjadi.
Dan, itu sangat melelahkan.
🥲
BalasHapus"Kita tak pernah benar-benar merelakan." That's right. Karena mau selama apa pun itu berlalu, kehilangan itu tetap akan ada jejaknya meski ketika mengingatnya sudah tidak lagi dipenuhi sesak dan air mata.
BalasHapus